Featured Post

Mengajak Kepada Kebaikan

Image
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: . من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه . “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893). . Fawaid hadits: . • Keutamaan dakwah di jalan Allah dan menunjukkan kebaikan kepada orang lain, baik kebaikan dunia atau akhirat • Orang yang menunjukkan kebaikan maka akan mendapatkan pahala karena telah menunjukkan kebaikan serta pahala orang yang mengikutinya. • Amal yang bisa dirasakan oleh orang lain lebih besar manfaatnya dibandingkan amal yang manfaatnya terbatas untuk diri sendiri. • Hadits ini mencakup orang yang menunjukkan kebaikan kepada orang lain dengan perbuatannya, meskipun tidak dengan lisannya. Seperti orang yang menyebarkan buku-buku yang bermanfaat, berakhlak mulia dan berpegang teguh dengan syariat Islam agar manusia juga bisa meneladaninya. • Keutamaan mengajarkan ilmu dan besarnya pahala seorang pengajar yang mengharapkan pahala di ...

Tradisi Sesat Islam Nusantara Dan Kejawen



Alasannya Hanya Tradisi

Ada yang mengamalkan suatu ibadah yang tidak ada tuntunan, alasannya, “Ini kan sudah jadi tradisi yang turun temurun.”
.
Alasan seperti ini dikemukakan pula oleh orang musyrik dahulu di masa silam. Mereka beralasan dengan tradisi, sama dengan orang-orang saat ini.
.
Inilah alasan orang musyrik,
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).
.
Sama halnya juga dengan penyembah berhala di masa Nabi Ibrahim. Ketika Ibrahim bertanya pada ayah dan kaumnya,
.
“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52).
.
Kaumnya malah menjawab,
“Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53).
.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Masail Jahiliyyah berkata, “Sifat orang jahiliyyah adalah biasa berdalil dengan tradisi nenek moyangnya dahulu. Sebagaimana kata Fir’aun,
“Berkata Fir’aun: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?” (QS. Thaha: 51).
.
Begitu pula kata kaum Nuh,
“Belum pernah kami mendengar ajaran seperti ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu” (QS. Al Mukminun: 24).”
.
Kaum Quraisy pun beralasan seperti itu.
“Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan” (QS. Shaad: 7)
.
Jadi semuanya beralasan ketika dituntut mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, alasan mereka adalah bagaimana dengan ajaran nenek moyang yang sudah mentradisi. Itu saja alasannya. Padahal watak seperti ini hanya mengekor beo dari ajarannya orang musyrik dan jahiliyyah. Berdalil adalah dengan mengemukakan dalil Al Quran dan As Sunnah, bukan beralasan ini sudah jadi tradisi semata.
.
Beda halnya kalau yang jadi ajaran adalah nenek moyang yang sholeh. Seperti yang dialamai Nabi Yusuf ‘alaihis salam,
“Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.” (QS. Yusuf: 38).

Comments

Visitor

Online

Related Post